SILOKA SEMAR BADRANAYA
FILSAFAT SEMAR BADRANAYA
Pada dewasa ini seni tradisi atau budaya kita dirasa sudah mulai terpinggirkan dengan masuknya kebudayaan asing yang merambat dan masuk ke negara kita, jati kasilih ku junti mungkin kata-kata itu tepat, walaupun masih ada sebagian yang melestarikannya. Karena kebanyakan dari kita, merasa bangga dengan hadirnya budaya-budaya dari luar, khususnya budaya barat secara bebas tanpa ada filterisasi. Pada umumnya masyarakat kita terbuka dengan inovasi-inovasi yang hadir dalam kehidupan, tetapi masyarakat kita belum bisa memilah dan memilih mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di negara kita ini. Budaya sejatinya ialah warisan dari leluhur yang berkembang dan dikembangkan oleh masyarakat.
Sepatutnya, kalau setiap individu atau orang membentengi dirinya sendiri dari nilai-nilai budaya asing yang tidak sesuai dengan jati dirinya negara ini. Setiap individu seharusnya pintar dalam menanggapi dan memilah setiap pengaruh budaya asing yang dijejalkan setiap harinya, karena tidak semua budaya asing baik dan bisa dipakai atau diterapkan di negara kita ini.
Dalam bidang kesenian khususnya wayang golek sekarang ini sudah dirasa “mulai terpinggirkan ”dan hampir punah. Padahal wayang golek salah satu kesenian atau kabudayaan yang ada di tengah-tengah masyarakat Jawa Barat, dan juga salah satu kesenian masyarkat sunda yang untuk angkatan tua sangatlah digemari, sebab wayang golek selain menghibur juga kalaudilenyepan [1] di dalamnya banyak berisikan petuah-petuah untuk kita dalam menjalani kehidupan di alam marcapada. Karena cerita wayang golek sendiri tidak terlepas dari cerita kehidupan yang penuh dengan drama, romantika, cinta asmara, dan juga terutama tentang agama, termasuk prilaku antara kita dengan kita, dan antar kita manusia dengan sang pencipta, dan juga antara kita dengan lingkungan. Karena yang diceritakan dalam pergelaran tidak jauh dan tidak kurang ialah cerita tentang kehidupan manusia di alam marcapada [2] ini.
JARUM SAPOTONG DIPAKE NGARUWAT JAGAT TEU SANGKA KIEU BUKTINA
Mengenai tindak tanduk, tingkah laku manusia yang di gelarkan oleh Allah SWT, ke alam marcapada yang mempunyai tugas dari Nya. Seperti yang tersirat dalam
QS. Ad Dzariyyat: 56
لِيَعْبُدُونِ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا
“Dan tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.”
Jadi gelarnya manusia ke alam marcapada ini tidak lain hanya untuk beribadah kepadaNya. Karena manusia diwajibkan tafakur, tadzakkur, dan tasyakur. (Moal aya nu apaleun tapak meuri dina leuwi lintang ti meurina) dalam hidup di alam marcapada ini.
Sebagai masyarakat Jawa, sudah barang tentu tidak asing lagi dengan yang namanya pewayangan. Entah wayang Golek, wayang orang ataupun wayang Kulit. Karena wayang ini sangat identik dengan kesenian dari Jawa, jawa barat atau jawa tengah dan timur. Pertunjukan wayang biasanya dimainkan oleh seorang dalang dan seringkali dipentaskan semalam suntuk. Tema, lakon, dan cerita yang dimainkan pun bermacam-macam. Umumnya mengangkat kisah Mahabharata (pandawalima dan kurawa) dan Ramayana.
Bagi penulis pribadi pagelaran wayang sangat menarik karena banyak berisikan pesan tentang prilaku manusia dalam menjalani kehidupan di alam marcapada ini, yang disampaikan oleh sang dalang lewat tokoh wayang yang dimainkan. Banyak Tokoh wayang yang selalu dijadikan sebagai media untuk menyampai pesan-pesan itu, salah satunya adalah Tokoh Semar.
KERIS MANJING WARANGKA
Masyarakat yang ada di daerah jawa entah jawa barat, jawa tengah, dan jawa timur, tentu tahu tentang tokoh Semar. Semar merupakan nama tokoh Pawongan [1] atau abdi paling utama dalam pewayangan. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Karena merupakan tokoh asli ciptaan pujangga yang ada didaerah jawa, maka sudah tentu tidak akan menemukan nama Semar dalam naskah Mahabharata ataupun Ramayana yang berbahasa Sansekerta.
Dalam pagelaran wayang golek sebenarnya ada tokoh pawongan lainnya, yang merupakan “anak-anak” dari Semar, yaitu Cepot, Dewala dan Gareng. Menurut salah satu persfektif disebutkan bahwa sesungguhnya Cepot, Dewala dan Gareng bukanlah anak asli atau anak kandung Semar dan setiaragen.
Semar dianggap sebagai figur yang sentral dalam setiap pagelarannya karena merupakan sang penyampai pesan. Tentu saja gaya penyampaian pesan dengan gaya semar itu sendiri, Semar orangnya santai kadang kalanya di selingi dengan canda tawa (sempal kapiguyon). Mungkin, disinilah letak menariknya tokoh Semar, seorang tokoh serius, tapi santai. Dengan cara inilah mungkin diharapkan pesan-pesan moral atau juga ahlaq bisa lebih mudah diterima dan dicerna oleh setiap penikmat pertunjukan wayang Golek.
Dalam kisah Mahabharata, Semar ditampilkan sebagai abdi atau pengasuh dari para Pandawa yang merupakan keturunan dari Pandu Dewanata dan Kunti Nalibrata. Sementara dalam kisah Ramayana, Semar juga ditampilkan sebagai abdi atau pengasuh Sri Rama dan laksaman. Sehingga bisa dikatakan tokoh Semar selalu muncul dalam setiap pagelaran wayang golek, apapun tema atau lakon yang sedang dikisahkannya. Dalam hal ini Semar sekeluarga tidak hanya berperan sebagai abdi atau pengikut saja, melainkan juga sebagai pelaku humor dalam mencairkan suasana yang tegang dan penghibur tidak sedikit penonton yang sakit kulit perutnya gara-gara liat kekocakan semar sekeluarga dalam setiap magelaran .
Derajat Semar sebenarnya sangat tinggi. Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melainkan merupakan penjelmaan dari Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru yang sekaligus juga merupakan raja para dewa semar sendiri menurut ceritanya anak dari Sanghyang Wenang cucu dari Sanghyang Tunggal raja triloka [2]. Memang ada beberapa versi tentang asal-usul dari tokoh Semar ini. Namun semua pada dasarnya menyebut bahwa tokoh ini merupakan penjelmaan dari dewa. Semar juga merupakan lurah yang tinggal di lembur singkur sisi gunung [3] yang bernama Tumaritis
SILIB SINDIR SINDANG SILOKA
Menurut pemikiran Drs. Ahmad Gibson Al-Bustomi, M.Ag salah satu dosen Aqidah Filsafat dan Perbandingan Agama di Universitas UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Falsafah semar hampir sama artinya dengan filsafat yang sering di kemukakan, oleh para ahli Filsafat seperti Aristoteles,Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dll. Akan tetapi ada makna yang lebih mendalam dari filosofi Semar disini, menurutnya falsafah semar sebagai gambaran atau siloka, jadi Falsafah semar di sini ialah Gambaran atau siloka dari bentuk atau tabiat tokoh Semar tersebut. Karena semar dari bentuk, rupa dan perkatanya semua merupakan gambaran yang perlu guareun[1].
Kalau diperhatikan,
betapa banyak filosofi atau falsafah dari tokoh Semar ini yang sangat mengagumkan. Dalam filosofi Sunda yang sering di ucapkan Dalang Wayang Golek yang Kondang Bapak H. Asep Sunandar Sunarya (Alm), Semar dijambarkan dengan Sem = Pengangken-ngaken Mar =Menyemarakan dzatnya Alam. Menyaksikan kehidupan baik dan buruknya segala peristiwa yang ada di dunia (Nyumput buni dinu caang negrag bari teu katembong) Secara filosofi jawa, Semar berarti haseming samar-samar. Sedangkan secara harfiah, Semar berarti sang penuntun makna kehidupan.
Secara fisik, Semar berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan, ini merupakan symbol dari pria dan wanita. Kalau berjalan selalu mendahulukan tangan kanan nunjuk ke atas, artinya bahwa kepribadian tokoh semar hendak mengatakan symbol Sang Maha Tunggal yaitu Allah SWT, itu hanya satu. Sedang tangan kirinya ke belakang, mengratikan berserah total dan mutlak serta sekaligus symbol keilmuan yang netral namun simpatik.
Semar berambut “kuncung” seperti anak-anak. Artinya hendak mengatakan bahwa kuncung sajating hurip, yaitu sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan melayani umat tanpa pamrih untuk melaksanakan ibadah amaliah yang sesuai dengan perintah Allah SWT. Ketika berjalan, Semar selalu menghadap keatas, artinyanya adalah dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang ke atas atau Tuhan Yang Maha Pengasih serta Penyayang umat.
Menurut Persektif jawa Semar juga selalu mengenakan kain jarik motif Parangkusumorojo, yang merupakan perwujudan Dewonggowantah atau untuk menuntun manusia agar memayuhayuning bawono, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri fisik Semar yang sangat unik lainnya adalah bentuk tubuhnya yang bulat. Ini merupakan simbol dari bumi atau jagad raya, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar juga tampak selalu tersenyum, tapi matanya sembab. Ini menggambarkan simbol suka dan duka. Wajahnya tampak tua, tapi rambutnya berkuncung seperti anak kecil. Ini merupakan simbol tua dan muda. Ia merupakan salah satu keluarga sawarga maniloka, tetapi hidup sebagai rakyat jelata. Ini merupakan simbol dari atasan dan bawahan.
Comments
Post a Comment
Komentar anda sangat kami butuhkan